Oleh: Dr. Moh. Irmawan Jauhari, S.TH.I, M.Pd.I
(Tim Riset LPTNU PC Nganjuk)
Pada akhir 2019 kemarin kami, sebagian mahasiswa penerima beasiswa MORA di Kawasan Malang yang kebetulan memiliki kedekatan emosional dengan NU menggagas buku kumpulan artikel yang nantinya akan dibawa ke Muktamar. Tentunya artikel yang ada berkaitan dengan tema buku tersebut dengan tidak melupakan realita kekinian dimana hari ini dunia diguncang oleh sebuah era berjuluk disrupsi sebagai akibat melubernya informasi berbalut kecanggihan teknologi. Pendeknya, masa revolusi 5.0 membutuhkan pandangan yang kokoh, fleksibel, serta lebih visioner mengingat perubahan datang dalam hitungan kejapan mata. Khususnya terkait disiplin dan rumpun humaniora.
Pandemi awal 2020 pada akhirnya memundurkan muktamar NU. Akan tetapi semangat kami untuk menyelesaikan artikel yang akan dibentuk buku tentunya tidak boleh mundur. Maka ketika semua naskah sudah selelsai, tim editor dengan segenap usaha mencoba melakukan editing dan beberapa langkah taktis strategis agar tulisan kami semua menarik, sesuai, mudah dan enak dibaca.
Sumbangan pemikiran kami ini tergolong kecil ketika berkaca pada pelaksanaan muktamar NU hari ini. Dimana baik para peserta maupun muhibbin atau romli dalam bahasa mahasiswa, sangat antusias dan begitu hahagia. Hal tersebut dapat kita amati melalui story media sosial para muhibbin. Jika dipikir lebih lanjut, atas dasar apakah para muhibbin yang berasal dari semua golongan rela datang jauh ke Lampung untuk melihat muktamar. Mereka meninggalkan segenap aktifitas yang ada hanya untuk melihat lebih dekat pelaksanaan muktamar NU.
Belum tentang donasi yang dikirimkan dari segenap penjuru tanah air maupun dari luar negeri. Semua donasi tersebut dikumpulkan dan disalurkan demi kesuksesan muktamar.
Energi positif dari muktamar ini menyadarkan kami bahwa terdapat sebuah kekuatan besar yang melatarbelakangi ini semua. Dan bagi kami, kekuatan tersebut adalah cinta. Dengan rasa cinta, orang tua merawat anak mereka tumbuh besar dan mampu menapaki jalan hidupnya sendiri. Dengan cinta, guru dan dosen mengantarkan murid dan mahasiswa menjadi sosok yang lebih baik dan berkarakter. Dengan cinta, seseorang maupun kelompok mau berkorban tanpa pernah berharap apapun.
Spektrum cinta bisa kita perluas dalam segala segi kehidupan. Akan tetapi jika dikerucutkan dalam Perguruan Tinggi berafiliasi NU, maka muncul pertanyaan sederhana pada diri masing-masing. Sudah sejauh mana kita berkontribusi dalam bidang pendidikan, penelitian, sampai pengabdian?
Baca juga: Distungsi Perguruan Tinggi
Menjadi dosen memang tidak mudah mengingat ia adalah profesi penentu bagi lulusan PT. dihadapkan pada standar guru maupun dosen, dihadapkan pada kebutuhan pribadi maupun keluarga, dihadapkan pada kebijakan, serta beberapa bentuk dialektika kehidupan lain. Dan yang paling utama adalah bagaimana bentuk praktik Tridarma Perguruan Tinggi yang tidak parsial dan tidak boleh setengah-setengah.
Akan tetapi apapun masalah yang ada, para dosen memang harus bertanya pada diri sendiri. Benarkah kita para muhibbin yang siap berkontribusi penuh di Lembaga masing-masing, siap mengantarkan para mahasiswa menjadi lulusan yang Tangguh, siap melakukan penelitian dan pengabdian dengan setulus jiwa, dan siap menjadi warga negara yang baik dalam kondisi apapun. Muhibbin muktamar NU di Lampung kali ini mengajarkan kita banyak hal. Khususnya keikhlasan mereka. Dimana hal tersebut baik untuk diteladani bagi kita semua, para dosen di PTKIS yang memiliki kedekatan kultur dan emosional dengan NU. Semoga.